PERBANKAN, PELAPORAN KEUANGAN DAN PERSAINGAN USAHA
PERBANKAN, PELAPORAN
KEUANGAN DAN PERSAINGAN USAHA
A. PERBANKAN
Pada
tahun 1998-2000 saat terjadinya krisis moneter banyak sekali bank yang mengalami
kebangkrutan (likuidasi) karena kelangsungan hidupnya tidak dapat
dipertahankan. Penyebab dari hal tersebut dikarenakan belum diterapkannya
prinsip-prinsip GCG di lingkungan perbankan secara konsisten. Oleh karena itu,
banyak sekali upaya pemerintah termasuk BI dan OJK untuk mendorong terwujudnya
GCG di lingkungan perbankan.
1.
GCG
di Perbankan
Bank
Indonesia pada tanggal 30 Januari 2006 mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.8/4/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. Tujuan dikeluarkannya PBI adalah untuk
memperkuat kondisi internal perbankan nasional dalam menghadapi risiko yang
semakin kompleks, berupaya melindungi kepentingan para pemangku kepentingan,
serta menignkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan nilai-nilai etika yang berlaku umum pada industri perusahaan. Dalam
ketentuan yang mulai berlaku sejak diterbitkannya PBI, setiap bank diwajibkan
melakukan penilaian mandiri atas pelaksanaan GCG, menyusun laporan pelaksanaan
GCG tersebut secara berkala dan kemudian akan akan dinilai oleh BI. Agara
emplementasi GCG di perbankan dapat berjalan lancar, maka pihak perbankan perlu
menyusun suatu program tentang GCG yang dilengkapi dengan petunjuk operasional sehingga
lebih mudah untuk dipahami dan dilaksanakan oleh para staf atau karyawan maupun
manajemen maupun manajemen perbankan.
2.
Transparansi
di Perbankan
Dalam
rangka penerapan prinsip transparansi , BI telah mengeluarkan surat edaran
kepada semua Bank Umum konvensional di Indonesia N0.15/15/DPNP tanggal 29 April
2013 mengenai Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum, yaitu bank wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan GCG dan bagi bank yang telah memiliki homepage diwajibkan pula untuk menginformasikannya pada homepage bank. Selain peraturan diatas
ada juga peraturan yang dikeluarkan oleh OJK terkait dengan Transaparansi dan
Publikasi laporan bank yaitu Peraturan OJK No.6/POJK.03/2015.
3.
Pengawasan
Perbankan
Untuk
menguji apakah pelaksanaan GCG di perbankan sudah berjalan dengan baik, maka
OJK harus melakukan pengawasan secara ketat dan transaparan. Dalam hal ini OJK
haruys bertindak tegas, yaitu dengan melarang orang-orang yang sudah termasuk
dalam black list atau pernah melakukan perbuatan tidak terpuji dalam melakukan suatu
perbankan, termasuk para pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI),
menjadi CEO maupun pemilik atau dewan komisaris di suatu perbankan nasional.
Selain itu, hendaknya dihindarkan adanya pengangkatan jabatan bagi para
komisaris perbankan untuk menghindarkan adanya konflik kepentingan (conflict of interest)
4.
Peringkat
GCG di Perbankan
Apabila
segala sesuatunya sudah siap, pihak BI akan melakukan peringkat (rating) GCG terhadap perbankan. Adanya
peringkat ini akan mempermudah mekanisme pengawasan bagi BI terhadap
pelaksanaan GCG di perbankan. Menurut pihak BI, dengan dibuatnya peringkat GCG
dapat memperkuat industri perbankan nasional, serta dapat meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas perbankan. Adapun 4 kriteria yang ditetapkan
oleh BI dalam menentukan peringkat, yaitu :
a.
Transparansi
bank terhadap pihak-pihak terkait
b.
Efektivitas
direksin dan komisaris perbankan dalam mengemban tugasnya
c.
Efektivitas
komite-komite yang wajib dibentuk di lingkungan direksi dan komisaris
d.
Indepedensi
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI)
B. PELAPORAN
KEUANGAN
1. Transparansi Laporan Keuangan
Salah satu prinsip dari GCG adalah masalah
transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil yang relevan mengenai
perusahaan. Informasi penting di perusahaan yang perlu diketahui publik antara
lain laporan keuangan perusahaan. Semakin tinggi tingi tingkat keterbukaan atas
laporan keuangan perusahaan, maka seharusnya semakin rendah pula kemungkinan
terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Penetapan peraturan pemerintah NO. 64 tahun 1999
tentang perubahan atas peraturan pemerintah No 24 tahun 1998 tentang informasi
keuangan tahunan perusahaan, dimaksudkan agar dapat tercipta transparansi
keuangan peusahaan yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan efisiensi
perekonomian nasional serta peningkatan dya saing dunia usaha. Pada dasarnya
menurut peraturan pemerintah ini, semua perusahaan wajib melaporkan laporan
keuangan tahunan. Namun, dengan pertimbangan kondisi manajemaen dan
administrasi perusahaan, terutama dalam kondisi dunia usaha saat ini, maka
kewajiban tersebut hanya dikenakan kepada perusahaan-perusahaan dengan bentuk
kriteria tertentu.
Pada saat berlakunya peraturan pemerintah ini,
kewajiban berlaku bagi perusahaan dengan bentuk organisasi seperti berikut.
1.
Perseroan terbatas yang memenuhi salah satu kriteria
sebagai berikut : merupakan perseroan terbuka, bidang usaha perseroan berkaitan
dengan pengarahan dana masyarakat, mengeluarkan surat utang, memiliki jumlah
aset atau kekayaan paling sedikit Rp. 50 miliar, dan meruapakan debitur yang
laporan keuangan tahunan nya diwajibkan oleh bank untuk diaudit.
2.
Perusahaan
asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik
Indonesia menurut ketentuan peraturan cabang, kantor pembantu, anak perusahaan,
serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk
mengadakan perjanjian
3. Persahaan perseroan, perusahaan umum, dan perusahaan daerah.
Laporan keuangan tahunan bagi perusahaan adalah laporan yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Perseroan terbatas yang diwajibkan adalah yang bidang usahanya
berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat, yaitu perseroan yang mengelola
dana masyarakat, seperti bank, asuransi, dan reksadana.
Menurut
OECD, Prinsip tentang pengungkapan dan transparansi harus memastikan bahwa
pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang
material berkaitan dengan perusahaan, mencakup kondisi keuangan, kinerja,
kepemilikan , dan tata kelola perusahaan. Informasi yang perlu diungkapkan oleh
perusahaan biasanya dikategorikan atas dua hal yaitu informasi finansial dan non
finansial. Informasi financial yang dipublikasikan oleh perussahaan kepada
publik, meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan
arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Sedangkan informasi non financial
merupakan bagian tak terpisahkan dari informasi financial dan bertujuan untuk
meningkatkan nilai tambah dari manfaat laporan kuangan.. informasi nonfinancial
difokuskan pada masalah pengungkapan risiko potensial yang dihadapi perusahaan
saat ini, serta alasan mengapa manajemen mengambil risiko tersebut. Terdapat 4
tujuan utama keterbukaan informasi :
a.
Meningkatkan keterbukaan atau transparansi dalam pemberian informasi
b.
Mendukung proses implementasi GCG
c.
Mengupayakan kualitas manajemen perusahaan yang lebih
profesional
d. Bagi auditor eksternal dituntut lebih
memahami analisis strategi dan risiko perusahaan
2. E-Reporting System
Pengertian
Perkembangan teknologi informasi yang
sangat pesat ikut memberikan andil munculnya suatu system pelaporan secara
elektronik yang biasa disebut dengan e-reporting system. Penyampaian
informasi melalui e-reporting telah membantu percepatan keterbukaan informasi
emiten secara lebih merata dan dapat menjangkau pemakai laporan yang lebih
luas.
Manfaat E-Reporting System
a.
Akan mempermudah investor atau publik untuk
mendapatkan akses laporan secara real time dan online tanpa melalui emiten
b.
Investor maupun publik dapat mengetahui secara cepat
informasi tentang emiten
c.
Keterbukaan dan akuntabilitas pelaporan keuangan
kepada publik lebih terjamin
d.
Dapat menjamin pemerataan informasi dan mereduksi
adanya kesenjangan informasi
e.
Dapat meningkatkan efisiensi bagi perusahaan terbuka(
go public)
f.
Mendorong terwujudnya tata kelola perusahaan yang baik
atau good corporate governance
Pengkajian E-Reporting Sistem
Implementasi sistem pelaporan elektronik di industri pasar modal
indonesia sudah ditetapkan pada cetak biru ( blue print ) pasar modal indonesia
2005-2009 yang lalu. Agar penerapan e reporting system dapat berhasil dengan
baik, maka saat ini perlu dilakukan pengkajian scara komprehensif serta kerja
sama yang erat antara OJK dengan BEI, sehingga kendala yang dihadapi dilapangan
dapat teratasi dentgan cepat. Hal ini perlu dilakukan, mengingat laporan yang
disampaikan para emiten kepada OJK dan BEI hampir sama, sehingga perlu
disatukan dalam sitem yang terintegrasi.
Implementasi E Reporting System
Masalah transparansi dan akuntabilitas perusahaan kepada publik
terkait masalah pelaporan perusahaan menjadai sorotan. Terdapat beberapa
kendala pada pelaporan keuangan perusahaan kepada publik, seperti laporan
keuangan belum dapat diterbitkan tepat waktu, transparansi laporan keuangan
yang belum memadai, dan data laporan keuangan yang belum up to date. Sesuai
surat edaran OJK No. 6/SEOJK.04/2014 tanggal 24 april 2014 tentang tata cara
penyampaian Laporan secara elektronik, oleh emiten atau perusahaan publik,
menyatakan bahwa OJK menerapkan dan memberlakukan sistem penyampaian laporan
secara elektronik oleh emiten atau perusahaan publik kepada OJK melalui sistem
pelaporan elektronik oleh emiten atau perusahaan publik yang selanjutnya
disingkat dengan SPE.
Untuk menggunakan SPE, Emiten perlu menyediakan perangkat keras,
perangkat lunak, dan jaringan internet yang memadai dengan spesifikasi komputer
dan aplikasi yang terdapat pada perunjuk pengguna yang diunduh dalam alamat
web, https://spe.ojk.go.id.
Adapun tata cara pelaporan secara elektronik oleh emiten sebagai
berikut :
a.
Emiten
dapat menyampaikan laporan secara elektronik kepada OJK melalui SPE.
b.
Emiten
hanya dapat menyampaikan laporan secara elektronik kepada OJK melalui SPE
setelah mendapatkan hak akses berupa user i9d dan password dari OJK.
c.
Emiten
harus membaca dan mematuhi prosedur dan tata cara penggunaan SPE
d.
Laporan
yang disampaikan oleh emiten harus sama antara yang termuat dalam dokumen
dengan hard Copy yang disampaikan kepada OJK
e.
Jia
terjadi perbedaan maka yang berlaku adalah yang tercetak yang dilaporkan kepada
OJK.
f.
Dalam
hal terjadi kesal;ahan, maka emiten haru memberikan tambahan perihal revisi
atas laporan melalui SPE.
g.
Emiten
atau perusahaan publik bertanggung jawab penuh atas penggunaan dan
penyalahgunaan SPE.
h.
Laporan
tyang disampaikan oleh emiten atau perusahaan publik melalui SPE besdifat final
sepanjang tiadak terjadi perbedaan dengan yang tecetak.
i.
Penyampaian
laporan secara elektronik oleh emioten atau perusahaan publik tidak menghapus
kewajiban emiten untuk menyampaukan laporan dalam bentuk asli atau hardcopy.
j.
Bukti
penyampaian pentyampaian laporan oleh emiten atau perusahaan publik yang diakui
oleh OJK adalah tanda bukti elektronik yang dikeluarkan oleh SPE melalui Email
dan stempel tata usaha persuratan OJK
k.
Penghitungan
ketepatan dan keterlambatan penyampaian laporan oleh emiten atau perusahaan
pubik yang menyampaikan laporan baik secara elektronik maupun dalam bentuk asli
tercetak sebagaimana dimaksud pada angka 10 didasarkan pada laopran yang lebih
dahulu diterima oleh OJK.
l.
Laporan
secara elektronik yang disampaikan oleh emiten atau perusahaan publik dianggap
diterima OJK apabila emiten telah menerima notifikasi berupa tanda bukti
elektronik yang dikeluarkan oleh SPE.
m.
Pada
saat surat edaran OJK ini mulai berlaku sampai dengan SPE beroperasi secara
penuh, emiten harus melakukan uji coba penyampaian laporan secara elektronik
melalui SPE, dalam masa pelaksanaan uji coba tersebut, laporan yang diakui OJK
adalah laporan yang dikirimkan dalam bentuk asli.
n.
Emiten
atau perusahaan publik dapat menyampaikan laporan secara elektronik melalui SPE
secara penuh sejak tanggal 1 juni 2014.
3. Annual Report Award
Ajang penghargaan yang diadakan oleh
Kementrian BUMN bekerjasama dengan Direktorat Jendral Pajak, OJK, serta Bank
Indonesia. ARA dapat diikuti oleh semua perusahaan, publik maupun nonpublik.
ARA mempunyai kriteria umum yang dipakai sebagai dasar penilaian, yaitu:
a.
Memberi
gambaran jelas mengenai operasional, kinerja, dan orientasi perusahaan di masa
depan
b.
Penyajian
informasi keuangan yang baik
c.
Informasi
yang jelas mengenai kepemilikan dan penerapa GCG
d.
Kepatuhan
terhadap Perundang-undangan
4.
Kecurangan
Pelaporan Keuangan (fraudulent financial
reporting)
Kecurangan pelaporan keuangan
kemungkinan dilakukan oleh manajemen perusahaan. Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja baik
dengan tindakan atau penghapusan yang menghasilkan laporan keuangan yang
menyesatkan.
Penyebab kecurangan pelaporan keuangan diantaranya
adalah:
–
Manipulasi,
falsifikasi, alterasi catatan akuntansi dan dokumen pendukung laporan keuangan
yang disajikan
–
Salah
penyajian (misrepresentation) atau
informasi yang signifikan dalam laporan keuangan
–
Salah
penerapan (misapplication) prinsip
akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian, dan
pengungkapan
–
Kolusi
antara manajemen dan auditor independen
Auditor independen mempunyai peran
penting dalam mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan dalam perusahaan.
Dalam standar auditing seksi 110 paragraf 2 menyatakan bahwa auditor
bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang salah saji material dari laporan keuangan bebas dari
salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Salah satu cara mencegah timbulnya kecurangan adalah dengan membangun sistem
yang dilengkapi pengendalian yang memadai sehingga kecurangan sulit dilakukan. The National Commission On Fraundulent
Financial Reporting merekomendasikan empat tindakan untuk mengurangi
terjadinya kecurangan, yakni:
a.
Membentuk
lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses
pelaporan keuangan
b.
Mengidentifikasi
yang memahami faktor- faktor yang mengarah ke kecurangan
c.
Menilai
resiko fraundulent financial reporting dalam
perusahaan
d.
Mendesain
dan mengimplementasikan internal control yang memadai
C. PERSAINGAN
USAHA
1.
Pengertian
Regulasi Usaha
Regulasi
yang mengatur adalah undang-undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. UU berisi mengenai 6 hal:
a)
Pengertian
umum monopoli, praktik monopoli, pemusatan kekuatan ekonomi,posisi dominan
pelaku usaha, persaingan tidak sehat, persengkongkolan pasar, struktur pasar,
perilaku dan pangsa pasar, konsumen, barang dan jasa.
b)
Peraturan
larangan melakukan oligopoli.
c)
Pengaturan
larangan penetapan harga (price fixing,
price discrimination, predatory price fixing).
d)
Larangan
tindakan pemboikotan yang dapat mencegah pesaing baru memasuki pasar.
e)
Pengaturan
larangan melakukan perjanjian untuk menciptakan kartel.
f)
Pengaturan
larangan melakukan tindakatn oligopsoni yang mengakibatkan praktik monopoli dan
persaingan curang.
2.
Persaingan
Usaha yang Sehat
Untuk mempertimbangkan hukum
antimonopoli dan persaingan sehat, pemerintah perlu melakukan pendekatan,
pendekatan yang dilakukan pemerintah antara lain:
•
Pendekatan
yang menekankan pencegahan pemusatan sumber-sumber daya ekonomi pada suatu
kelompok tertentu
•
Pencegahan
terjadinya praktik bisnis yang curang
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
merupakan lembaga independen yang mengawasi jalannya praktik persaingan usaha
yang diharapkan dapat melaksanakan regulasi persaingan yang ada secara
profesional sehingga terbentuk lingkungan usaha yang sehat. Perusahaan juga
dapat membuat aturan dalam bentuk code of conduct untuk mengatur
perilaku karyawan sebagai upaya membangun iklim usaha yang transparan dan turut
serta dalam membangun lingkungan usaha yang sehat.
3.
Persaingan
Usaha Tidak Sehat
Praktik-
praktik antipersaingan usaha yang marak dijumpai di Indonesia antara lain
adalah praktik persekongkolan perusahaan dalam memenangkan tender di instansi
pemerintah, BUMN, maupun perusahaan swasta. Membudayanya tender arisan dalam
sistem pengadaan barang (procurement).
Dilakukannya praktik- praktik ini mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
dan terabaikannya prinsip transparansi dan kewajaran. Terdapat dua gejala umum
yaitu praktik membesarkan biaya investasi (mark
up) dan praktik perkomisian dalam pengadaan barang dan jasa. Inilah
penyebab terjadinya ekonomi biaya tinggi dan terbukanya peluang praktik
korupsi, kolusi, nepotisme.
4. Implementasi
Prinsip Gcg
Prinsip kewajaran (fairness),
keerbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), dan responsibilitas
(responsibility) dapat diimplementasiakn sehingga perusahaan dapat bertumbuh
kembang dengan baik dan juga persaingan secara sehat akan terjalin.
Prinsi-prinsip diatas jika diterapkan maka perusahaan akan memperlakukan para
pesaingnya sebagai mitra bisnis yang setara, sehingga dapat tercapai win-win
solution. Artinya dalam menjalankan sebuah bisnis antara perusahaan satu dengan
lainya akan saling menguntungkan. Kesadaran perusahaan akan diterapkanya
prinsip tersebut maka dapat mewujudkan perekonoian di suatu Negara juga akan
membaik.
D.
TENDER
SECARA ELEKTRONIK (E-PROCURMENT)
Pengadaan barang dan jasa di semua sector
memang sangatlah rawan terhadap praktik KKN (korupso, kolusi, dan nepotisme)
hal itu terjadi dimungkinkan karena adanya kepentigan-kepentingan tersendiri
dari pihak-pihak terkait. Untuk mencegah timbulnya praktik KKN, selain perlu
perbaikan system dan prosedur pengadaaan barang dan jasa akar lebih transparan
dan akuntabel. Ada sebuah system yang dapat meminimalisir itu semua yaitu
system (e-procurment)
1. Pengertian
e-Procurment
System e-procurment mulai
berkembang seiring berkembangnya teknologi Informasi yang semakin canggih dan
pesat. Salain itu saat ini sudah banyak perusahaan yang memiliki situs Web,
sehingga komunikasi secara real time dan on time melalui internet sudah cukup
maju termasuk dalam system pengadaan barang dan jasa. System e-procurment dapat
berjalan dengan lancer, apabila manajemen material di suatu perusahaan dikelola
dengan baik, mulai dari data base supplier, system cataloging material,
pengelolaan pesanan dari dank e vendor atau supplier, system pembayaran,
termasuk masalah kesiapan tender atau lelang online (e-auction). Perusahaan
yang menggunakan system ERP (Enterprise Resource Planning) akan lebih mudah
dalam menerapkan e-procurment.
2. Manfaat
e-Procurment
Ada tujuh manfaat bagi perusahaan yang menerapka
e-procurment :
a. Menunjang
system Just In Time (JIT) dalam memenuhi kebutuhan material sehingga terjadi
efisiensi biaya (cost reduction) dalam manajemen material.
b. Meningkatkan
efktivitas pengelolaan arus kas (cash flow management)
c. Mereduksi
interaksi antar manusia (face-to-face) sehingga dapat meningkatkan
produktivitas
d. Dapat
menekan biaya operasi dan administrasi
e. Member
nilai tambah (value added) berupa percepatan proses transaksi dan memperluas
cakupan partisipasi penawaran sehingga mampung menghasilkan harga yang terbaik.
f. Meminimalkan
interest pihak-pihak yang berkepentingan
g. Meningkatkan
transparansi dalam pengaan barang dan jasa sehingga mencegah timbulnya KKN karena
dapat terjamin transparansi bagi peserta tender.
3.
Implemenasi e-Procurement
Dalam implementasinya tentunya dibutuhkan
kesiapan teknologi Informasi secara penuh dan maksimal dan juga diperlukanya
suatu kebijakan (policy) perusahaan berupa system serta prosedur yang mengatur
mekanisme lelang online. Selain itu system e-procurment memerlukan dukungan
proses pengadaan barang dan jasa dengan memanfaatkan teknologi Informasi
(internet) sehingga dapat dibangun interaksiantara buyer dan supplier secara
online. Saatini sedang dikaji secara mendalam rencana penerapan tender secara
online (e-procurment).
4. Kendala
e-Procurment
Kendala yang dihadapi adalah belum dapat
menjangkau peserta tender yang luas. System e-procurmen memang tidak menjamin
bahwa pengadaan barang dan jasa jauh dari praktik KKN, karena sebagus apapun
suatu system jika tidak disertai moral serta etika yang baik dari pelakunya,
maka system tersebut tidak akan berguna.
Comments
Post a Comment