PLURAL IS BEAUTIFUL : MENIMBA KEARIFAN DARI SEMANGAT MULTIPARADIGMA
PLURAL
IS BEAUTIFUL : MENIMBA KEARIFAN DARI SEMANGAT MULTIPARADIGMA
A.
Karakter-Karakter Masing-masing
Paradigma
Paradigm adalah pandangan dunia atau
cara pandang yang digunakan oleh seseorang untuk melihat atau memahami sesuatu.
Sedangkan menurut Morgan paradigm dalam konteks ilmu sosial dan teori sebagai
‘metatheoritical or philosophical sense to donate an implisit or explicit view
of reality’. Harus dipahami bahwa paradigm akan terus berkembang melalui proses
dialektika.
B.
Paradigma Positivisme
Paradigm ini menekankan diri pada
praktik akuntansi sebagaimana adanya. Dalam konteks ini, teori akuntansi
dipahami sebagai alat untuk menjelaskan dan meramalkan praktik akuntansi.
Paradigm ini secara implisit berusaha menemukan hokum universal yang ada dalam
praktik akuntansi yang dapat dicapai jika proses formulasi teori akuntansi
steril dari subjektivitas peneliti. Paradigm ini bersifat formal dan
structural.
Kekuatan paradigm ini adalah sifat fomal
dan structural nya dan juga universalitas akuntansi nya. Sedangkan kelemahan
nya adalah adanya anggapan bahwa akuntansi itu bebas dari nilai. Namun jika
dikaji lebih lanjut, nilai-nilai kapitalisme banyak didasarkan pada nilai etika
utilitarianisme yang menjunjung tinggi utility.
C.
Paradigma
Interpretivisme
Paradigma ini
lebih menekankan pada makna atau interpretasi seseorang terhadap sebuah simbol
(akuntansi). Tugas teori dalam paradigma ini adalah memaknai, bukan to explain
dan to predict sebagaimana paradigma psotivisme. Kualitas paradigma ini diukur
dari kemampuannya untuk memaknai, bukan kemampuannya untuk menjelaskan dan
meramalkan.
Bagi paradigma ini, tidak ada satupun ilmu pengetahuan yang
objektif dan bebas nilai sepanjang dalam proses konstruksinya manusia masih
terlibat di dalamnya. Manusia memiliki subjektivitas yang secara sadar
atautidak akan mempengaruhi proses konstruksi ilmu pengetahuan. Jika
subjektivitas tersebutmenyatu dalam proses, maka dengan sendirinya ilmu
pengetahuan tersebut akan sarat dengannilai-nilai humanisme.
Kesadaran
kontektual ini dapat dianggap sebagai kekuatan yang dimiliki oleh
paradigmainterpretivisme. Kesadaran ini mencerminkan pemahaman bahwa pada
dasarnya akuntansi dipraktikkan tidak dalam kondisi yang tanpa mengakomodasi
nilai lokal atas kondisi lingkungan dimana ia digunakan. Akuntansi dibentuk dan
dipraktikkan melalui proses konstruksi sosial (social construction). Proses
konstruksi yang demikian ini jelas terkait dengan nilai-nilai lokaldari
lingkungannya dan dengan subjektivitas praktisi akuntansi dan masyarakat bisnis.
Meskipun paradigma
ini timbul sebagai anti-tesis atas paradigma positivisme, ternyata paradigma
ini juga tidak lepas dari kelemahan bawaannya. Kelemahan utama paradigma
initerletak pada kepeduliannya yang hanya sebatas pada “menafsirkan” (to
interpret). Selain itu tidak ada.
D.
Paradigma
Kritisisme
Paradigma
ini muncul untuk memperbaiki kelemahan yang ada pada paradigma pendahulunya
dengan cara melakukan pembebasan dan perubahan. Tujuan paradigma ini adalah
untuk membebaskan dan melakukan perubahan. Paradigma ini beranggapan bahwa
sebuah teori tidak cukup hanya bisa menafsirkan, tetapi juga harus mampu untuk
membebaskan dan mengubah. Tanpa unsur bebas dan berubah, sebuah teori tidak
akan pernah disebut sebagai teori kritis.
Dalam konteks ini, metodologi akuntansi
modern dan akuntansi modern itu sendiri saat ini sangat mendominasi untuk tidak
mengatakan menindas sebagaimana sering diungkapkan oleh paradigma kritisisme.
Untuk membebaskan diri dari bentul-bentuk penindasan metodologi akuntansi
modern, paradigma ini melakukan kritik untuk selanjutnya melakukan perubahan.
Begitu pula pada praktik akuntansi. Paradigma ini memang mempunyai suatu
anggapan bahwa masyarakat yang normal adalah masyarakat yang selalu berubah.
Dengan karakternya yang bebas dan berubah, akuntansi menjadi selalu dinamis dan
kaya, baik pada tingkat teori maupun pada tingkat praktik. Kelemahan paradigma
ini adalah terperangkap pada konsep materialisme yaitu sesuatu hanya dibapahami
sebatas fisik atau materi.
E.
Paradigma
Posmodernisme
Paradigma ini lahir juga sebagai
antitesis dari modernisme yang positivistik. Paradigma ini muncul unutk
mengatasi kelemahan paradigma positivism dengan mencoba memahami realitas
secara lebih utuh dan lengkap. Paradigma ini mempunyai pendekatan yang tidak
terstruktur, tidak berbentuk, tidak formal dan tidak mutlak. Semua serba
relatif. Paradigma ini menganggap bahwa teori akuntansi digunakan untuk
menstimulasi kebangkitan kesadaran manusia pada tingkat yang lebih tinggi yaitu
kesadaran emosi dan spiritual. Kesadaran yang lebih tinggi dari kesadaran
intelektual akan membantu manusia untuk kembali menyatu dengan Tuhan. Selain
itu paradigma ini bersifat sangat terbuka. Yaitu dapat menerima dan
mengombinasikan pemikiran-pemikiran yang berbeda. Dan kekuatan yang terakhir
adalah bahwa paradigma ini mampu memahami realitas lebih lengkap bila
dibandingkan dengan tiga paradigma lainnya. Kelemahan paradigma ini barangkali
terletak pada pendekatannya yang tidak terstruktur, tidak formal, tidak baku
dan lainnya.
F.
Kearifan
dari Semangat Multiparadigma
Multiparadigma
adalah dengan memahami dan merasakan seluruh paradigma yang ada, kemudian
setelahitu berdiri diatas semua paradigma tersebut. Dengan pendekatan
multiparadigma ini fanatisme pada satu paradigma akan menjadi melemah. Hal ini
dikarenakan masing-masing paradigma memiliki kriteria kebenaran yang berbeda.
Dengan kata lain setiap paradikma memiliki kebenaan nilai masing-masing.
Pandangan ini akan mengubah sikap
seseorang yang fanatisme terhadap satu paradikma. Dengan melihat bahwa
paradigma lain juga benar maka seseorang diharapkan akan bersikap arif.
Kearifan ini akan menghantarkan seseorang pada alamkesadaran emosi dan
sepiritual. Dimana di mana dua alam kesadaranterakhir ini merupakan jembatan
bagi manusia untuk kembali menyatu dengan sang pencipta, sang keberadaan yang
tunggal.
G.
Penutup
Dengan
memahami paradigma diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebenaran itu tidak
tunggal sebaliknya malah beragam. Jadi kebenaran dalam konteks kesadaran mausia
adalah relatif. Menyadari bahwa orang lain benar, berarti kita menyadari bahwa
diri kita memiliki kekurangan. Menyadari adanya kekurangan, berarti adalangkah
maju pada tingkat kecerdasan emosi. Memiliki kecerdasan emosi berarti ada
peluang untuk masuk pada kesadaran emosi dan spiritual. Kesadaran spiritual
merupakan tingkatan tertinggi yang dapat menghantarkan manusia pada “penyatuan”
dirinya dengan tuhan.
Terimakasih, sangat membantu
ReplyDelete